Komisi IX Ajak Pemerintah Satu Kata Dalam Penyusunan RUU WASPOM

24-01-2018 / KOMISI IX
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effend, foto : azka/hr

 

 

Komisi IX DPR RI dan Pemerintah, yang meliputi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian melakukan pembahasan awal Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU WASPOM).

 

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengharapkan semua pemangku kepentingan dari pemerintah bisa tercapai satu kata kesepakatan tentang pembagian kewenangan dan tugas masing-masing dalam pengawasan obat dan makanan serta penindakan penyalahgunaan obat-obatan.

 

“Kami di DPR melakukan pendekatan agar undang-undang ini, jadi dalam waktu yang cepat dan pemerintah itu satu kata. Biasanya kalau pemerintahnya sudah dua kata tiga kata itu akan menyebabkan lambatnya produksi undang-undang,” ungkap Dede, di Ruang Rapat Komisi IX, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/01/2018).

 

Menurut Dede, jika para pemangku kepentingan dari pemerintah bisa mencapai titik temu dalam pembagian tugas fungsi dan wewenang untuk RUU WASPOM, ditargetkan dalam jangka waktu satu tahun RUU dimaksud sudah selesai. “Menyatukan berbagai argumentasi terutama dari stakeholder pemerintah, sehingga menjadi satu kesepakatan bersama, mudah-mudahan dalam satu tahun ini bisa kita selesaikan,” harapnya. 

 

Politisi F-Partai Demokrat itu menjelaskan masih terjadi perbedaan pendapat di antara pemerintah tentang kewenangan izin, siapa yang melakukan standarisasi, belum lagi ada undang-undang produk halal dan sebagainya. Hal itu jangan sampai ada benturan anatara satu dengan yang lainnya. Dia menyarankan agar semua pihak bisa kompromistis, melihat mana yang memberikan manfaat, mana yang mudarat dicari titik temunya.

 

“Fungsi pengawasan Kementerian Perdangangan melakukan pengawasan, Kementerian Kesehatan melakukan pengawasan. Ketika ini mau diambil semua dalam satu kewenangan pasti akan ada tumpang tindih. Harus siap kompromistis,” ujar Dede. 

 

BPOM menjelaskan urgensi dari RUU ini, menurutnya yang menjadi pertimbangan adalah lemahnya perlindungan kepada masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan karena efektivitas pengawasan obat dan makanan yang rendah. Rekomendasi hasil pengawasan obat dan makanan yang ditindaklanjuti Kementerian dan Lembaga terkait hanya sekitar 20 persen. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...
Komisi IX Tegaskan Pentingnya Penyimpanan Memadai di Dapur MBG
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai bahwa tidak semua dapur Makan Bergizi Gratis (MBG)...